Selasa, 31 Mei 2011

KESENIAN WAYANG SEBAGAI MEDIA DAKWAH (PENDEKETAN TRADISIONAL) ISLAM DI JAWA

KESENIAN WAYANG SEBAGAI MEDIA DAKWAH (PENDEKETAN TRADISIONAL) ISLAM DI JAWA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mid Semester
Mata kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen pengampu : Taufiqur Rahman Kurniawan









Disusun Oleh
Umi Salamah (209 135)
DONY SANJAYA (209141)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM STUDI SYARI’AH / EI
2011

KESENIAN WAYANG SEBAGAI MEDIA DAKWAH (PENDEKETAN TRADISIONAL) ISLAM DI JAWA
I. PENDAHULUAN
Islam sudah menjadi kajian yang menarik minat banyak kalangan.Studi keislaman pun semakin berkembang. Islam tidak lagi dipahami hanya dalam pengertian historis dan doktiner, tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentang bagaimana seorang individu harus memaknai kehidupannya. Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi dan bagian sah dari perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, karenanya dibutuhkan metode dan pendekatan interdisipliner.
Secara umum studi islam bertujuan untuk menggali kembali dasar-dasar dan pokok-pokok ajaran Islam sebagaimana yang ada dalam sumber dasarnya yang bersifat hakiki, universal dan dinamis serta eternal, untuk dihadapkan atau dipertemukan dengan budaya dan dunia modern, agar mampu memberikan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
Adapun kedatangan agama Islam ditanah Jawa telah menimbulkan perubahan kebudayaan yang melekat pada masyarakat Jawa. Perubahan yang terjadi bukan semata-mata karena perombakan oleh dunia Islam, akan tetapi karena adanya toleransi dari Islam untuk mengakulturasikan budaya yang telah ada. Sejarah telah mengatakan bahwa akulturasi yang mendorong perkembangan Islam di Jawa adalah Wayang.

II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pendekatan tradisional?
2. Bagaimana pandangan Islam terhadap budaya kesenian wayang di jawa?
3. Bagaimana pendekatan tradisional (dakwah) masuk dalam islam?

III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendekatan Tradisional
Dalam KBBI pendekatan adalah “proses perbuatan, cara mendekati, usaha dalam rangka usaha aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti; metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.” Sedangkan secara terminologi, pendekatan merupakan serangkaian pendapat tentang hakikat belajar dan pengajaran. Jadi, jika dihubungkan dengan studi islam, pendekatan berarti serangkaian pendapat atau asumsi tentang hakikat stidi islam dalam pengajaran agama islam.
Tapi yang dimaksut pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini Jamaluddin Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan apakah penelitian agama itu, penelitian ilmu sosial, penelitian legalisti, atau penelitian filosofis.
Berbagai pendekatan manusia dalam memahami agama dapat melalui pendekatan paradigma ini. Dengan pendekatan ini semua orang dapat sampai pada agama. Di sini dapat dilihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normalis, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan hidayah Allah dan merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah kepadanya.
Tradisional muncul dari konsep tradisi. Tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan dalam masyarakat. Didalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan norma yang belaku dalam masyarakat. Dengan kata lain setiap tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.
Bentuk “tradisional” di kalangan para sarjana lulusan universitas dan perguruan tinggi “klasik” seperti al-Azhar di Mesir, Qarawayn di Maroko, dan Zaitunah di Tunisia adalah bentuk pengetahuan tentang tradisi dengan segala aspeknya, mulai dari tradisi agama, bahasa, hingga sastra, berpegang pada model apa yang pernah di kemukakan sebagai model “pemahaman literal dan tradisionalis atas tradisi” (al-fahm al-turatsi li al-turats). Yakni satu bentuk pemahaman yang merujuk pada pandangan ulama- ulama dan sarjana terdahulu, baik yang diungkapkan dalam bentuk pandangan- pandangan pribadi maupun pandangan- pandangan yang mengutip ulama’ sebelumnya. Ciri umum yang melekat pada pendekatan semacam ini adalah keterlibatannya dalam persoalan- persoalan masa lalu yang dihadapi tradisi, serta bersikap menyerah terhadapnya.
2. Pandangan Islam Terhadap Budaya Kesenian Wayang Sebagai Media Dakwah di Jawa
Dalam prakteknya, dakwah yang dilakukan oleh para pembawa ajaran yaitu dengan upaya mengakulturasikan budaya – budaya yang sudah ada dengan dengan meng-input ajaran-ajaran Islam. Sehingga Islam tidak menghilangkan susunan budaya asli yang sudah melekat pada tatanan masyarakat Jawa, melainkan Islam datang untuk membenahi ajaran-ajaran yang sudah ada. Pernyataan ini akan sesuai jika membaca sedikit sejarah masyarakat Jawa. Adanya budaya masyarakat Jawa yang sudah berhasil di input oleh ajaran Islam diantaranya adalah upacara Selametan yang berkaitan dengan orang mati pada hari ketiga, ketujuh, dan hari keempat puluh yang didalamnya sudah terdapat lafal-lafal Allah dan wirid-wirid Islam lainnya. Padahal kalau ditelusuri budaya ini merupakan warisan kepercayaan animisme. Dengan adanya perpaduan ini, tradisi lama secara otomatis sudah mendapat cap Islam. Demikian pula upacara selamatan akbar yang dilaksanakan oleh Sultan dengan nama gunungan dalam upacara Grebeg Maulud, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar , disamping mendapat cap Islam namun juga memang untuk merayakan hari besar Islam.
Dengan kedatangan agama Islam ditanah Jawa telah menimbulkan perubahan kebudayaan yang melekat pada masyarakat Jawa. Perubahan yang terjadi bukan semata-mata karena perombakan oleh dunia Islam, akan tetapi karena adanya toleransi dari Islam untuk mengakulturasikan budaya yang telah ada. Sejarah telah mengatakan bahwa akulturasi yang mendorong perkembangan Islam di Jawa adalah Wayang.
Kebudayaan Jawa berupa Wayang sudah ada sejak zaman dahulu sebelum Indonesia merdeka dan merupakan kebudayaan asli Indonesia. Pada mulanya wayang masih berhubungan dengan kepercayaan animisme yang menjadi kepercayaan para leluhur bangsa Indonesia. Sebenaranya Wayang berasal dari kata wayangan yang berarti sumber Ilham dalam menggambar wujud tokoh dan cerita sehingga bisa tergambar dengan jelas dalam batin si penggambar.
Dalam perkembangannya, saat dunia Islam mulai menyentuh pewayangan terjadi perubahan besar diseputar pewayangan. Raden Patah memerintah mengubah beberapa aturan wayang yang segera dilaksanakan oleh para Wali secara gotong royong, wayang Beber karya Prabangkara (zaman Majapahit) segera direka ulang dibuat dari kulit kerbau yang ditipiskan, dibuat menyamping, tangan dipanjangkan, digapit dengan penguat tanduk kerbau. Dan disamping itu, Sunan Bonang menyusun struktur Dramatikanya, Sunan Prawata menambah tokoh raksasa dan kera dan juga menambahakan beberapa sekenario ceritanya. Raden Patah menambahakan tokoh Gajah dan wayang Pramponan. Sunan Kalijaga mengubah sarana pertu njukan yang awalnya dari kayu, kini terdiri dari batang pisang, blencong, kotak wayang, cempala dan gunungan.
Sunan Kudus kebagian tugas men-dalang. ’Suluk’ masih tetap dipertahankan dan ditambah dengan greget saut dan adha-adha, namun disana sini sudah mulai dimasukkan unsur dakwah. Pada masa Sultan Trenggana, bentuk wayang semakin dipermanis lagi. Mata, mulut, dan telinga mulai ditatahkan. Susuhan Ratu Tunggal, pengganti Sultan Trenggana, tidak mau kalah. Dia menciptakan model mata liyepan dan thelengan. Selain wayang Purwa, Sang Ratu juga memunculkan wayang Gedhog, yang hanya digelar dilingkungan dalam keraton saja. Sementara untuk konsumsi rakyat jelata, sunan Bonang menyusun Darmawulan.
Adapun Walisanga dalam mengemban tugas luhur tersebut adalah dalam rangka mengislamkan tanah Jawa, dalam bukunya Poerbosoebroto yang berjudul “Wayang Lambang Ajaran Islam” banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan maksud Walisanga tadi. Oleh Walisanga, wayang diubah menjadi media dakwah Islam. Akidah Islam disiarakan melalui mitologi Hindhu. Hal-hal yang berkaitan dengan dengan dewa (hyang Sang Hyang) yang menjadi sesembahan masyarakat waktu itu, dikait-kaitkan dengan cerita nabi. Mitologi Hindhu berpegang pada dewa sebagai sesembahannya. Karena itu, Walisanga memadukan cerita-cerita silsilah wayang yang diganti dengan silsilah Nabi.
Cerita silsilah wayang digarap dan diurutkan keatas sampai pada nabi Adam. Metode dakwah Walisanga lewat mitologi Hindu, sangat tepat dengan kontek budaya masyarakat Jawa waktu itu (abad 15). Untuk menyiarkan akidah Islam, Walisanga memlilih cara atau metode yang menurut Drs. Ridin Sofyan cs dalam bukunya Islamisasi Jawa disebut ‘de dewanisasi’ cerita (lebih tepatnya de-sakralisasi Dewa / Tuhan Hindu). Cerita yang berhubungan dengan dewa-dewa diubah supaya akidah Islam bisa masuk dalam Hati sanubari masyarakat. Hal ini dilakukan karena adanya dorongan untuk menyebarkan Islam di jawa secara halus dan tidak terkesan memaksa.
Perkembangan yang terjadi sampai sekarang ini masih tersisa bahwa perjuangan para Walisanga telah mengilhami ketolerensian agama Islam dengan budaya setempat. Dengan dasar misi dakwah yang berdasarkan
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظةالحسنة وجادلهم بالتى هي احسن



3. Strategi Dan Metode Pendekatan Tradisional (Dakwah)
Hakikat strategi adalah tata cara dan usaha-usaha untuk menguasai dan mendayagunakan segala sumber daya untuk mencapai tujuan. Dengan demikian strategi pendekatan tradisional berupa dakwah yang dilakukan oleh walisongo itu bisa diartikan menjadi segala cara yang ditempuh oleh para wali untuk mengajak manusia ke jalan Allah dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki.
Adapun hasil sukses yang diperoleh Walisongo dalam menyebarkan dakwah islam di tanah Jawa itu tidak bisa lepas dari metode dakwah yang dipakai kala itu. Dalam Al-Qur’an Allah SWT memberikan tuntunan dakwah yang baik baik dan benar. Selaras dengan itu Rasulullah SAW telah pula memberikan contoh teladan bagaimana cara melaksanakan tuntunan tersebut dalam arena praktis. Cara-cara dakwah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, ialah dengan cara member pidato dalam kelompok-kelompok, di pasar-pasar, mengunjungi rumah-rumah, memerintahkan sahabat-sahabatnya berhijrah, mengirim utusan dalam delegasi, menyurati raja-raja atau amir, atau dengan usaha-usaha lainnya.
Dalam ceramahnya, KH Ahmad Taufiq Alimuddin menyampaikan bahwa dahulu para ulama’/walisongo memang memiliki peran yang sangat besar dalam mengislamkan masyarakat terutama di Jawa.
Masyarakat dimasa itu sebagian besar telah memeluk agama Hindu dengan berbagai ragam budaya dan tradisinya. Oleh para ulama secara bertahap budaya tersebut dan dikembangkan, untuk kemudian dimasuki dan diganti dengan nilai-nilai ajaran Islam. Walisongo tidak langsung menentang kebiasaan-kebiasaan yang sejak lama telah menjadi keyakinan masyarakat.

Adapun diantara model dakwah Islam yang ditempuh adalah sebagaimana yang dicontohkan oleh Sunan Kalijaga, yakni dengan mengembangkan kebudayaan seperti melalui gamelan, sekatenan, dan wayang.
Parawali melihat wayang bisa menjadi media penyebaran Islam yang sangat bagus, ada banyak sisipan-sisipan dalam cerita dan pemaknaan wayang yang berisi ajaran-ajaran dan pesan moral Islam. Sehingga wayang tak hanya jadi tontonan saja, tetapi juga menjadi tuntunan.
IV. PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarakan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya pendekatan merupakn cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Sedangkan tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan dalam masyarakat, yang didalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan bertindak yang mana selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan norma yang belaku dalam masyarakat.
Adapun akulturasi budaya masyarakat Jawa dengan ajaran Islam telah menghasilkan terobosan jalan baru untuk menyesuaikan ajaran Islam dengan keadaan geografis dan sosiologis yang ada.
Sementara itu, pandangan Islam terhadap budaya Wayang adalah salah satu budaya pemula yang mampu diakulturasikan sehingga mampu memasukkan Islam ditanah Jawa. Dan juga dengan adanya akulturasi budaya tersebut generasi sekarang ini diharapkan agar mampu mengambil I’tibar dari perjuangan para ulama terdahulu dalam penyampaian misi dakwah islaminya.
Adapun hasil sukses yang diperoleh Walisongo dalam menyebarkan dakwah islam di tanah Jawa itu tidak bisa lepas dari metode dakwah yang dipakai kala itu.Yang mana di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah memberikan tuntunan dakwah yang baik-baik dan benar.
b. Penutup
Demikianlah makalah yang bisa kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyampaiannyakami mohon maaf yang sebesar besarnya. Kami juga mengharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad dan Alimin, Etika & Perlindungan konsumen dalam ekonomi uslam, BPFE, Yogyakarta, 2004.
Abed Al Jabiri Muhammad, Post Tradisionalisme Islam, LKiS Yogyakarta, Yogyakarta, 2000, Hlm 9-10
http://www.google.co.id/#q=pendekatan+tradisional+dalam+metodologi+studi +islam.html
http://www.stainpurwokerto.ac.id/viewpublikasi.php?kategori=1&id=80
http://www.artikata.com/arti-354966-tradisional.html
http://indrisetia.blogspot.com/2011/01/kebudayaan-wayang-dalam-pandangan-islam.html
Ridin Sofwan dkk, Islamisasi di Jawa, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar